Kayatogel Kakekpro Rajaslotter Permai99 QQOnline303 Pusatslot Ghacor
Prediksi Harga CPO Bisa Tembus US 1000 RI Siap-siap Pesta Pora

Harga minyak sawit diprediksi akan mengalami peningkatan signifikan dan mencapai tingkat US$ 1.000 per metrik ton pada akhir Januari 2024. Kenaikan ini didorong oleh faktor permintaan yang tinggi di awal tahun serta kendala dalam produksi dan persediaan minyak kelapa sawit (CPO).

Saat ini, harga CPO Indonesia berada dalam kisaran US$ 800 hingga US$ 820 per metrik ton. Namun, menurut pendapat Nagaraj Meda, Pendiri, Ketua, dan Managing Director Transgraph, harga CPO berpotensi mencapai US$ 1.000 per metrik ton pada akhir Januari dan kemungkinan akan kembali ke kisaran US$ 800 pada Mei-Juni. Dalam perkiraannya, rata-rata harga CPO akan berada di sekitar US$ 800 selama semester pertama tahun depan. Tetapi jika Indonesia mengalami fenomena El Nino, harga CPO diperkirakan bisa mencapai US$ 1.100 per metrik ton, sehingga selama seluruh tahun, harga diperkirakan akan mencapai US$ 900.

Volatilitas dalam harga CPO dipengaruhi oleh beberapa faktor utama, termasuk perubahan harga komoditas, perubahan iklim seperti El Nino atau La Nina, kebijakan pemerintah, dan disrupsi pasokan yang terkait dengan kondisi geopolitik global. Nagaraj juga memperingatkan tentang kemungkinan terjadinya El Nino di Indonesia hingga Mei 2024 yang dapat berdampak pada harga CPO.

Thomas Mielke, Direktur Eksekutif ISTA Mielke GmbH (Oil World), juga memperkirakan kenaikan harga CPO dalam waktu dekat. Dia melihat bahwa saat ini, produksi minyak sawit Indonesia dan minyak nabati global menghadapi defisit, dan hal ini dapat mendorong kenaikan harga. Mielke bahkan memproyeksikan kenaikan harga sebesar US$ 100 atau bahkan US$ 150 – US$ 250 dari harga saat ini, yang menurutnya masih di bawah harga rata-rata pasar. Faktor fundamental seperti defisit produksi dan keraguan dalam pasokan akan memainkan peran penting dalam mendorong harga CPO lebih tinggi.

Proyeksi Minyak Nabati

Thomas Mielke juga menjelaskan bahwa peningkatan produksi minyak matahari dan rapeseed terus berlangsung dari bulan Oktober hingga Desember 2023, tetapi perkiraan produksi ini kemungkinan akan melambat pada periode Januari hingga Juni 2024. Meskipun begitu, produksi minyak kedelai diperkirakan akan meningkat sebanyak 2,2 juta ton, dan dunia akan semakin bergantung pada minyak kedelai, mencapai level tertinggi yang pernah ada dan diperkirakan akan mengalami surplus produksi.

Mielke mencatat bahwa kedelai akan menjadi tanaman yang semakin penting, dengan pertumbuhannya yang diproyeksikan semakin besar. Meskipun demikian, tidak ada kepastian mengenai permintaan, meskipun saat ini dunia mengonsumsi sekitar 1 juta ton kedelai setiap harinya. Dengan demikian, ada prospek yang mengindikasikan bahwa defisit produksi global tahun 2023-2024 kemungkinan akan mengakibatkan kenaikan harga minyak nabati, termasuk minyak sawit.

Nagaraj Meda juga menekankan bahwa persaingan dalam pasokan minyak nabati semakin ketat. Produksi minyak bunga matahari dan minyak rapeseed di Uni Eropa dan Kanada terus meningkat, mencapai 19,59 juta metrik ton pada periode 2022-2023. Namun, diprediksi akan mengalami penurunan sebanyak 0,5 juta metrik ton pada 2023-2024. Uni Eropa telah menjadi produsen terdepan untuk minyak bunga matahari selama periode tersebut.

Dia juga menyoroti bahwa peningkatan konsumsi industri minyak nabati di tingkat global didorong oleh Amerika Serikat dan Indonesia. Kebijakan pemerintah Indonesia yang mengenai implementasi biodiesel B35, yang akan ditingkatkan menjadi B40 pada tahun 2024, diproyeksikan akan meningkatkan konsumsi minyak kelapa sawit hingga 12,45 juta metrik ton. Investasi yang meningkat di sektor energi terbarukan di Amerika Serikat juga diperkirakan akan meningkatkan konsumsi minyak nabati secara keseluruhan.

Dengan adanya perkembangan ini, total konsumsi minyak nabati di sektor industri secara global telah meningkat sebanyak 8,26% sejak tahun 2022, dan diproyeksikan akan tumbuh sebesar 1,78% hingga akhir tahun.

You Might Also Like